PANGKALPINANG, www.obrolan.co.id – Anggota Bapemperda DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Maryam, mengingatkan bahaya aktivitas perkebunan sawit yang diduga merusak kawasan resapan air di Kabupaten Bangka Selatan. Menurutnya, kegiatan tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan sawah masyarakat di Desa Pergam dan Desa Serdang yang menjadi lumbung pangan daerah.
Maryam menegaskan, keberadaan perkebunan tidak boleh merusak ekosistem, terutama sumber mata air yang vital untuk irigasi persawahan. “Setiap usaha dengan dampak besar terhadap lingkungan wajib memiliki izin lingkungan, baik melalui AMDAL maupun UKL-UPL. Itu sudah jelas diatur dalam regulasi,” ujarnya, dikutip dari obrolan.co.id
Ia mengingatkan bahwa aturan mengenai hal ini sudah jelas tertuang dalam berbagai regulasi, mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan hingga Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Setiap kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan, termasuk perkebunan, wajib memiliki izin lingkungan setelah melalui proses AMDAL atau UKL-UPL. Proses ini memastikan dampak terhadap sumber daya air dipertimbangkan sebelum izin usaha diberikan,” ujar Maryam, dikutip Aksara Newsroom.
Maryam mendesak pemerintah daerah maupun instansi terkait untuk meninjau legalitas izin usaha perkebunan sawit di lokasi tersebut. Jika terbukti melanggar, maka sanksi administrasi hingga pidana bisa dijatuhkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kita harus buka aturan secara jelas, jangan sampai debat panjang. Kalau memang melanggar, pemerintah harus berani bertindak tegas. Jangan sampai keterusan dan merugikan rakyat,” sebut Maryam.
Maryam mengingatkan bahwa pembukaan lahan sawit di dekat sumber air berpotensi menimbulkan dampak serius, antara lain hilangnya keanekaragaman hayati akibat rusaknya habitat flora dan fauna endemik.
Tak hanya itu, kata Maryam, erosi tanah karena hilangnya tutupan hutan yang berujung pada sedimentasi sungai dan mata air. Pencemaran air dari pupuk dan pestisida yang digunakan di perkebunan, sehingga menurunkan kualitas air irigasi maupun konsumsi masyarakat.
“Jika ini dibiarkan, bukan hanya sawah masyarakat yang terancam, tetapi juga ketersediaan air,” kata dia.
Maryam mewanti-wanti indikasi pelanggaran regulasi. Ia menilai aktivitas perkebunan sawit di sekitar kawasan sumber mata air berpotensi kuat melanggar hukum lingkungan dan tata ruang. Pasalnya, peraturan perlindungan lingkungan hidup secara tegas melarang kegiatan yang merusak sumber daya air dan ekosistem penyangga.
Beberapa regulasi yang berpotensi dilanggar antara lain, kata dia, leraturan Tata Ruang yang mengatur lenanaman sawit di kawasan yang telah ditetapkan sebagai zona resapan air dan persawahan diduga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Ia melanjutkan, Peraturan Lingkungan Hidup yang mengatur aktivitas perkebunan di dekat sumber mata air dapat mengganggu fungsi hidrologi, mencemari air, dan merusak ekosistem.
Peraturan Pengelolaan Sungai (PP No. 38/2011 yang melarang penanaman sawit atau tanaman lain yang menyerap banyak air di daerah penyangga sungai.
“Adapun Undang-undang Kehutanan nomor. 41/1999, menyatakan penanaman sawit di kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran,” ungkapnya. (*)














